Sebab-Sebab Terjadinya Misinterpretasi Terhadap Al-Qur`an

Prasangka, Maksud Tersembunyi, Dan Kurang Jujur

Sangat tidak mungkin untuk memahami Al-Qur`an jika seseorang melakukan pendekatan padanya dengan motif-motif tersembunyi dan prasangka. Ini merupakan hukum Allah. Tidak peduli seberapa pintar dan berbudayanya orang itu, jika dia melihat Al-Qur`an dengan cara yang tidak jujur dan dengan niatan yang jelek, dia tidak akan mampu mengerti atau menginterpretasinya secara benar. Inilah sebabnya, sebagaimana yang disinggung Al-Qur`an, akan ada satu “dinding penutup” antara orang-orang yang selalu berprasangka dan melakukan pendekatan kalkulatif tertentu terhadap Al-Qur`an. Fakta ini dijelaskan Al-Qur`an dalam ayat,

“Dan apabila kamu membaca Al-Qur`an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut nama Tuhanmu saja dalam Al-Qur`an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (al-Israa`: 45-46)

Al-Qur`an mengajak seluruh umat manusia untuk berjalan di jalan yang benar, namun Allah hanya memberikan jalan yang benar ini kepada siapa yang yang beriman kepada-Nya. Itulah sebabnya, mengapa Al-Qur`an diwahyukan sebagai sebuah kitab suci yang hanya bisa dipahami secara benar oleh orang yang beriman. Kualitas paling penting dari orang-orang beriman, yang membuat mereka bisa memahami Al-Qur`an, adalah kesadaran dan kejujuran yang mereka miliki. Merupakan hal yang logis bagi orang yang menjaga jarak dari agama dan kondisi spiritual serta akhlak akan senantiasa jauh dari orang-orang yang beriman dan tidak akan memahami Al-Qur`an.

Al-Qur`an telah ditulis dengan sangat jelas, sangat simpel, dan dengan bahasa yang demikian mudah untuk dipahami. Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami katakan, kitab ini adalah sebuah kitab suci yang hanya akan tampak jelas bagi orang-orang yang beriman dan memiliki kesadaran yang murni. Jika seseorang yang belum pernah dikenalkan kepada Islam, dalam kata lain dia belum beriman, melakukan studi dan pendekatan kepada Al-Qur`an dengan hati yang terbuka, jujur, dan tanpa prasangka, di mana ini merupakan akhlak orang-orang beriman, dia akan bisa menyadari dengan menggunakan kesadarannya bahwa kitab ini adalah firman Allah. Setiap orang yang memiliki kesadaran yang baik akan menerima Al-Qur`an, baik karena bentuk Al-Qur`an yang demikian memukau, kesempurnaan, dan kejelasannya maupun dari adanya nilai-nilai saintifik dan hikmah yang demikian superior yang tidak menggambarkan bahwa dia perkataan manusia sebaliknya ia adalah firman Allah dan sebuah kitab suci. Jika manusia yang memiliki kesadaran ini menyatakan keimanannya dan berusaha untuk memahami Al-Qur`an, hikmah yang ada di dalamnya akan tampak padanya.

Dalam hal ini, Rasulullah telah mengucapkannya dalam sebuah hadits berikut. Bahwasanya ayah Abdurrahman bin Abu Bakar telah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,

“Jika Allah menginginkan berbuat baik kepada seseorang, Dia akan jadikan orang itu memahami agamanya dan ilmu itu dicapai melalui belajar.” (Bukhari, I/67)

Al-Qur`an akan memberikan petunjuk kepada seseorang yang memiliki kerendahan hati untuk memperoleh keselamatan dan akan menyesatkan orang-orang yang memiliki motif-motif tersembunyi dan melakukan pelecehan terhadap Al-Qur`an. Tidak seorang pun yang mempergunakan informasi yang menyesatkan, interpretasi, penipuan, dan prasangka yang diambil dari orang lain, yang dia gabungkan dengan prinsip-prinsipnya sendiri, pandangan dan filsafat hidupnya sebagai ukuran yang akan mampu memahami Al-Qur`an dan bisa untuk mengambil manfaat darinya. Bahkan yang terjadi adalah sesuatu yang sebaliknya. Al-Qur`an akan membuat orang itu akan meningkat kebingungan dan ketidakjelasannya. Sebagaimana ia tidak bisa mengerti Al-Qur`an, dia akan senantiasa melakukan hal-hal yang sama sekali tidak berguna dan sia-sia, melakukan penolakan yang tidak logis, berbelit-belit, dan interpretasi yang ngawur. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam sebuah ayat Al-Qur`an,

“... dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (al-Israa`: 82)

Orang semacam itu senantiasa jauh dari Al-Qur`an dan keimanan.

Kami akan membandingkan komentar yang sangat tidak berarti dari orang-orang yang lancang dalam memberikan penafsiran terhadap Al-Qur`an dengan makna dan interpretasi yang benar pada bahasan selanjutnya.

Kebingungan Antara Ayat-Ayat Mutasyabihat Dan Yang Muhkamat

Perintah dalam Al-Qur`an telah dijelaskan dengan cara yang jelas dan sangat gamblang. Dengan demikian, orang-orang yang beriman akan dengan mudah mematuhinya. Ayat-ayat ini disebut ayat-ayat yang muhkam dan merupakan “inti Kitab Suci” dan menjadi fondasinya. Ada beberapa ayat dalam Al-Qur`an yang disebut dengan ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat semacam ini memiliki beberapa komparasi dan kesamaan-kesamaan. Orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Al-Qur`an dan memiliki niat yang tersembunyi bisa terjebak dalam misinterpretasi terhadap ayat-ayat ini dan interpretasi yang berbelit-belit dan membingungkan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur`an,

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur`an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imraan: 7)

Hanya Allah yang tahu arti sebenarnya dari “ayat-ayat mutashabihat”. Tidak ada satu interpretasi pun di luar makna-makna itu yang akan merefleksikan kebenaran tentang ayat ini. Sepanjang sejarah, telah banyak orang yang lancang, baik gerakan maupun sekte, yang menafsirkan ayat-ayat mutashabihat dalam Al-Qur`an ini untuk kepentingan dan ambisi mereka sendiri. Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa ini merupakan pendurhakaan dan bahwa hanya orang-orang yang yang hatinya tidak mendapat petunjuk—secara lebih spesifik orang-orang yang telah terdeviasi dari kebenaran—yang akan mengambil jalan seperti ini.

Fakta bahwa hanya Allah yang tahu makna sebenarnya dari ayat-ayat mutashabihat ini demikian jelas terbaca dalam ayat di atas. Allah bisa saja mengilhamkan informasi yang dibutuhkan untuk menginterpretasi ayat-ayat ini pada siapa yang Dia kehendaki. Walaupun demikian, orang-orang yang beriman menerima semua ayat mutashabihat ini, ilmu yang tidak diberitahukan Allah kepada dirinya. Mereka tidak akan pernah melakukan penafsiran yang berbelit-belit dan membingungkan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang menginginkan konflik dan orang-orang yang hatinya telah miring.

Kurangnya Teknik Penguasaan Dalam Menginterpretasi Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kitab suci penuh mukjizat yang mengandung semua informasi esensial yang dibutuhkan oleh manusia sebab di dalamnya memang terkandung hikmah abadi. Sejumlah ayat yang ada di dalam Al-Qur`an mengandung ilmu pengetahuan yang tidak terbatas yang diletakkan di dalamnya yang mengandung hikmah superior. Beberapa ayat mengandung makna yang bisa saja tampak, tersembunyi, berangkat, dan bertingkat. Ayat-ayat itu juga memproduksi makna yang tidak terhingga tatkala ia berinteraksi dengan ayat-ayat yang lain. Ada kalanya satu ayat mampu menafsirkan Al-Qur`an secara keseluruhan. Itulah sebabnya mengapa, agar seseorang mampu menginterpretasi Al-Qur`an secara benar dan mampu menangkap semua isinya, ia harus mampu menangkap semua isinya dan sekaligus juga memiliki keahlian semua syarat teknik interpretasi (tafsir).

Salah satu teknik signifikan yang wajib untuk diketahui adalah analisis sebuah ayat sesuai dengan konteks yang ada di dalam Al-Qur`an itu. Makna Al-Qur`an sering kali bisa diterangkan sesuai dengan tema yang ada di sekitar ayat itu. Mengerti bagaimana ayat itu dimulai dan ayat-ayat yang sesudahnya akan sangat membantu memahami maknanya. Topik ini dalam literatur Islam sering disebut dengan ayat “sibaq as-siyaq” atau konteks keseluruhan dari sebuah kata. Inilah alasannya mengapa banyak ayat bisa saja salah interpretasi jika ia dikeluarkan dari konteksnya dan diterjemahkan hanya terma-terma kata yang dikandungnya tanpa mengembalikan pada konteksnya secara keseluruhan.

Misinterpretasi terhadap Al-Qur`an yang ada sepanjang sejarah, terjadi karena adanya ketidaktahuan atau jeleknya niat, telah menghasilkan interpretasi yang salah terhadap Al-Qur`an. Beberapa kelompok tertentu dengan motif-motif tersembunyi bahkan telah melakukannya dengan sengaja.

Metode penting lain yang harus dikuasai ialah hendaknya menginterpretasi kata-kata yang membentuk ayat-ayat tersebut dengan mengambil konteksnya dalam ayat yang partikuler ke dalam satu konsiderasi. Kebanyakan dari kosakata Al-Qur`an memiliki makna-makna yang sangat khusus. Makna dari satu kata dalam Al-Qur`an sering kali bahkan diambil dari bagian lain Al-Qur`an. Dengan demikian, satu kata sering kali memiliki makna lebih dari satu. Sering kali satu kata dari Al-Qur`an bisa memiliki lebih dari satu makna. Dengan demikian, makna-makna dari satu kata hendaklah dideduksi dari sudut yang berbeda yang dipergunakan dalam bab yang berbeda di dalam Al-Qur`an. Dengan hanya melihat kata-kata yang ada dalam kamus dan kemudian mengaplikasikan makna pertama yang kita dapat hanya akan menghasilkan interpretasi yang sangat tidak akurat, bahkan kadang-kadang interpretasi itu akan menghasilkan sesuatu yang berseberangan dengan makna yang seharusnya. Seseorang bisa melihat dari sini bahwa Al-Qur`an itu menerangkan dirinya sendiri (self-explanatory). Penjelasan dari satu ayat bisa saja tersembunyi pada makna satu ayat lain atau beberapa ayat.

Aturan penting lain yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasi Al-Qur`an adalah hendaknya seseorang mampu menangkap secara penuh esensi Al-Qur`an itu sendiri. Al-Qur`an itu memiliki gaya yang sangat unik. Seseorang harus mampu menguasi seluruh gaya yang ada dengan tetap selalu menggarisbawahi esensinya agar bisa melakukan penjelasan terhadap Al-Qur`an secara bijak, khususnya ketika membaca ayat-ayat yang mutashabihat. Dalam hal ini, sangat penting kiranya mengadopsi perspektif yang lebih luas dan menangkap semua aspek spiritual Al-Qur`an secara intensif agar bisa secara benar mengerti berbagai fakta yang Allah wahyukan.

Kekurangan Dalam Pengetahuan Bahasa Arab

Allah menyatakan bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur`an sebagai satu kitab suci yang ditulis dalam bahasa Arab. Secara kasat mata, penerjemahan ke dalam berbagai bahasa akan dianggap cukup jika seseorang hanya ingin mengetahui prinsip-prinsip dasar, seperti pengetahuan tentang Allah, prinsip-prinsip utama keimanan, dan aplikasinya yang esensial sebagaimana jika ia hanya mengharapkan hidayah dan perenungan tentangnya. Walaupun demikian, tidak satu pun dari hasil terjemahan itu yang memiliki nuansa yang sama dengan bahasa orisinal Al-Qur`an. Walaupun mungkin ada penerjemahan, penerjamahan kata per kata, banyak dari kosakata ataupun makna-maknanya akan hilang sebab akan sangat tidak mungkin mengadaptasi secara gramatikal beberapa kata dalam bentuk kalimat yang tepat persis ke dalam bahasa lain.

Dengan demikian, apa yang disebut dengan “terjemahan Al-Qur`an” tak lebih dari apa yang bisa ditangkap dan dirasa dari kandungannya dan tidak akan pernah merefleksikan secara aktual maknanya yang pasti dari ayat-ayat itu.

Dengan demikian, hanya dengan dipelajari Al-Qur`an dalam bahasa aslinya (Arab), kemampuan seseorang untuk memahami makna ayat-ayat mutashabihat itu bisa menjadi semakin luas. Usaha untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur`an dari hasil terjemahan bisa saja tidak akan selalu akurat, dan secara fakta, bahkan bisa mendistorsi makna dan tujuannya. Dengan hanya mendasarkan pada satu makna dan makna serupa dalam beberapa kata yang dipergunakan dalam terjemahan tanpa mengetahui makna orisinal dan beragam makna yang lain dalam bahasa Arab, hanya akan menghasilkan kesalahpahaman dalam semua ayat. Bahkan lebih buruknya lagi adalah, sebuah interpretasi secara keseluruan akan menghasilkan makna yang berseberangan dengan makna aslinya.

Sebagaimana telah kita sebutkan sebelumnya, secara teknis sangatlah tidak mungkin untuk menerjemahkan Al-Qur`an ke dalam bahasa lain kata demi kata. Walaupun demikian, penjelasan dan interpretasi dari ayat-ayat Al-Qur`an itu bisa dibuat dalam beragam bahasa dan ini memang sangat mungkin untuk mengerti akan Al-Qur`an dan belajar tentang ayat-ayat itu dari penjelasan dan keterangan itu.

Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki akar yang demikian dalam dan merupakan bahasa yang paling kaya di dunia. Bahasa Arab memiliki satu ekspresi yang demikian kuat dan memiliki kosakata yang demikian ekstensif. Walaupun demikian, untuk mengklaim karena Al-Qur`an ditulis dalam bahasa Arab, kemudian dinyatakan bahwa Al-Qur`an hanya diturunkan untuk orang-orang Arab dan dengan demikian mereka menjadi manusia pilihan, akan menjadi asumsi yang sangat aneh dan sangat bertubrukan dengan idealitas Al-Qur`an. Sudah jamak diketahui bahwa Al-Qur`an sering kali menekankan bahwa yang menjadikan seseorang dianggap baik dan superior adalah karena adanya karakter takwa yang ada dalam dadanya. Hanya orang-orang yang dekat kepada Allahlah yang dianggap sebagai orang yang paling baik. Tidak ada kriteria lain yang bisa diterapkan untuk seseorang selain kriteria ini. Lebih dari itu, telah disebutkan dalam surah Shaad pada ayat 87 bahwa Al-Qur`an adalah “sebagai peringatan bagi semesta alam”. Orang-orang yang tujuannya untuk memengaruhi orang-orang yang bodoh dan berusaha untuk menghancurkan Islam akan selalu menciptakan klaim bahwa Islam adalah sebuah agama yang khusus untuk orang Arab. Dengan membaca Al-Qur`an saja, seseorang akan menyadari bahwa betapa tidak berdasarnya dan sangat naifnya ide-ide yang mereka katakan itu.

Tidak Adanya Hikmah Dan Pemahaman

Disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur`an bahwa seseorang hendaknya memiliki hikmah, pengertian, dan pemahaman yang Allah berikan dalam rangka untuk mengerti dan menangkap maknanya yang benar. Muhammad Rasulullah juga menyebutkan ini dalam sebuah haditsnya sebagai berikut.

Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang dibolehkan iri kepada seseorang kecuali hanya dalam dua perkata: seseorang yang Allah karuniai kekayaan lalu dia pergunakan pada jalan yang benar; kemudian orang yang Allah karuniakan kepadanya hikmah agama (Al-Qur`an dan Sunnah) dan dia memberikan kesaksian sesuai dengan itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, 9/419 dan 6/543)

KebuTuhan paling utama dalam mempelajari Al-Qur`an adalah pengetahuan yang total tentang Al-Qur`an, mengerti tentang berbagai metode penafsiran, dan memiliki pengetahuan bahasa Arab yang ekstensif. Akan tetapi, walaupun seseorang memiliki semua itu, ia masih belum bisa mengambil manfaat apa-apa dari Al-Qur`an kecuali jika Allah mengaruniainya pemahaman. Itulah sebabnya, tidaklah cukup hanya memiliki hal-hal teknis untuk bisa secara tepat menafsirkan Al-Qur`an. Sejarah banyak membuktikan hal itu. Sejarah penuh dengan contoh manusia yang memiliki kemampuan teknis, namun jatuh ke dalam kesalahan saat menerangkan Al-Qur`an dengan pendekatan yang sangat berbelit-belit. Beberapa pendiri gerakan keagamaan dan sekte yang menyimpang tampaknya sangat menguasai bidangnya, namun faktanya mereka tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang Allah karuniakan. Orang-orang tersebut telah menjaga jarak diri mereka sendiri dan para pengikut mereka yang taklid buta dari praktik Islam yang benar.

Lebih jauh dari itu, kaum musyrikin di Mekah pada masa Rasulullah, yang mampu membaca, tidak mampu untuk mengerti akan Al-Qur`an sehingga mereka menolak Al-Qur`an. Inilah contoh yang sangat gampang di mana seseorang yang mengerti bahasa Arab, namun tidak mampu memahami Al-Qur`an.

Aturan pertama dalam menerima kemampuan untuk mengerti akan Al-Qur`an dari Allah adalah bertakwa kepada-Nya dan hendaknya selalu berlaku jujur dan benar. Sangatlah tidak mungkin untuk menerima pemahaman Al-Qur`an itu sementara dia sendiri tenggelam dalam kemewahan dan kenikmatan dunia. Seseorang yang melakukan pendekatan kepada Al-Qur`an dengan spirit menghakimi, dengan tujuan dan perspektif yang menjadikan Allah tidak berkenan, tindakan ini akan menggiring pada kesalahan pengertian dan penafsiran. Seseorang yang tenggelam dalam syahwatnya tidak akan pernah memiliki kondisi otak yang benar untuk bisa membuka spirit yang benar dari Al-Qur`an dan mengeksplorasi nilai-nilainya yang sangat indah, misteri dan kedalaman kandungannya. Seseorang yang mengikuti kemauan nafsunya sendiri akan memiliki kekurangan dalam menangkap dan berpikir serta hanya akan mampu menginterpretasi Al-Qur`an dari sisinya yang superfisial. Lebih dari itu, dia akan gagal untuk melihat mukjizat Al-Qur`an.

Di samping itu, seseorang yang mengikuti hawa nafsunya akan terjebak untuk menafsirkan Al-Qur`an sesuai dengan perilaku dan kesenangannya sendiri. Dengan demikian, dia tidak akan bisa menemukan makna yang benar dari ayat-ayat Al-Qur`an ini sebagaimana yang Allah kehendaki. Disebutkan dalam Al-Qur`an bagaimana seseorang yang tidak lurus tidak bisa menangkap makna sebenarnya dari Al-Qur`an. Allah berfirman,

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (al-Furqaan: 43-44)

Manusia-manusia seperti ini akan mengalami kesulitan yang sangat akut untuk mengkomtemplasikan Al-Qur`an. Bahkan lebih jauh dari itu, mereka tidak mampu mamahami beberapa hal yang dalam pandangan orang lain sudah dianggap sangat dasar dan gampang. Mereka tidak mampu membangun koneksi yang sangat dibutuhkan antara ayat satu dan yang lain atau antara ayat-ayat tertentu dan beberapa peristiwa. Hasilnya, mereka akan mendeklarasikan bahwa ayat-ayat yang tidak mampu mereka tangkap dan mengerti adalah ayat-ayat yang kontradiktif. Pikiran mereka sangat tertutup hingga satu ayat mereka gambarkan sebagai sesuatu yang lebih kecil dari binatang ternak.

Lemah Pikiran

Disebutkan dalam Al-Qur`an bahwa dalam usaha untuk bisa menginterpretasikan Al-Qur`an dengan benar sesuai dengan isinya, seseorang hendaknya berpikir dan berkomtemplasi tentang Al-Qur`an. Jika Al-Qur`an hanya dilihat secara superfisial dan dibaca dalam posisi sebagaimana buku-buku biasa lainnya, manfaat yang sebenarnya dari hikmah yang tiada batasnya ini tidak akan muncul ke permukaan. Dalam Al-Qur`an, Allah secara konstan mengajak manusia untuk menggunakan akalnya dan senantiasa berpikir. Berpikir, menggunakan akal, dan selalu berusaha keras serta berupaya untuk mengerti maknanya, menggapai nilai-nilainya yang indah, misteri dan mukjizat Al-Qur`an, adalah hal-hal yang sangat esensial jika seseorang secara benar melakukan apresiasi terhadap Al-Qur`an itu. Al-Qur`an mengabarkan kepada setiap manusia tentang dirinya sendiri, tujuan di balik penciptaan dirinya, watak asli dunia ini, alasan-alasan kejadian yang mengelilingi dirinya yang disertai dengan beberapa hal yang berhubungan dengan dirinya dan wilayah sekitarnya. Dengan demikian, seseorang hendaknya berusaha untuk membangun sebuah koneksi antara ayat-ayat itu dan dirinya, alam sekelilingnya dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, dan berusaha sekuat tenaga untuk mengerti Al-Qur`an dengan melakukan pemikiran yang mendalam tentang semua itu. Sebagaimana hal tersebut dinyatakan dalam Al-Qur`an bagi orang-orang yang mengambil pelajaran,

“Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (al-An’aam: 126)

“... Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.” (Yunus: 24)

Sepanjang ayat-ayat ini diberikan hanya kepada orang-orang yang berpikir maka menjadi jelas bahwa orang-orang yang tidak melakukan itu tidak akan mampu memahami makna-makna ayat-ayat Al-Qur`an secara benar.

Adalah sebuah fakta bahwa kehidupan seseorang selalu dipenuhi dengan berbagai pelajaran yang bisa dia pelajari dari peristiwa-peristiwa yang dia alami dalam dirinya sendiri dan lingkungan yang mengelilinginya. Al-Qur`an adalah sebuah petunjuk yang memperlihatkan kepada seseorang bagaimana cara menginterpretasi pelajaran-pelajaran hidup ini dan bagaimana seharusnya dia bereaksi tatkala ia telah memahami pengalaman hidup itu. Seseorang hanya bisa mampu memahami makna sebenarnya dari Al-Qur`an jika dia membaca dengan kontemplasi yang benar bahwa Allah adalah Pemilik ilmu pengetahuan dan hikmah yang tiada batasnya. Telah disebutkan dalam salah satu ayat Al-Qur`an bahwa Al-Qur`an adalah satu kitab suci di mana seseorang harus melakukan kontemplasi dengan serius dan hendaknya dia dijadikan sebagai sebuah sumber petunjuk. Allah berfirman,

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad: 29)

Pada ayat yang lain, Allah menegaskan bagaimana pentingnya pemikiran yang sejati tentang Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?” (al-Mu’minuun: 68)

Al-Qur`an adalah sumber ilmu pengetahuan yang tanpa batas dan superior karena ia merupakan wahyu yang Allah, Tuhan semesta alam, turunkan. Al-Qur`an memuat seluruh topik, dari sifat-sifat Allah hingga keajaiban penciptaan, dari keanehan jiwa manusia hingga misteri alam semesta, hari kiamat, dan seterusnya. Dengan demikian, apresiasi tentang sejumlah besar informasi yang ada di dalamnya dalam bahasa yang asli dan esensial hanya bisa dicapai dengan adanya kombinasi antara pemikiran yang mendalam, kesadaran yang tinggi, dan perhatian pada detail-detail, hati yang jernih, dan kemauan yang keras.

Arogansi Dan Superioritas

Arogansi akan menghambat seseorang untuk memahami Al-Qur`an. Ini karena bila dalam diri seseorang ada sifat arogansi, dia akan selalu menganggap dirinya sebagai makhluk yang superior. Dia tidak akan memiliki kerendahan hati dan kesadaran yang dibutuhkan untuk memahami lebih dekat Al-Qur`an secara benar dan tepat. Dia tidak akan mampu melihat dan menerima ayat-ayat yang mengingatkan hamba Allah tentang kelemahan dirinya dan fakta bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang telah memberikan segalanya untuknya yang selama ini belum pernah dia miliki. Dia tidak akan mampu menerima peringatan-peringatan itu, tidak akan bisa mengikuti perintah Al-Qur`an dan tidak akan mampu menjaga dirinya dari apa yang Al-Qur`an larang, serta tidak akan tunduk pada hikmah Allah. Kecongkakan dengan anggapan bahwa dirinya merupakan seorang yang superior akan menghambatnya untuk melakukan semua itu. Inilah sebabnya mengapa dia akan menganggap Al-Qur`an sebagai ancaman terhadap karakter dirinya, yang didasarkan pada arogansi. Dia akan menempuh segala cara untuk mengkontradiksikan Al-Qur`an. Sebagaimana yang Allah firmankan bahwa seseorang yang congkak tidak akan mampu memahami Al-Qur`an,

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai darinya.” (al-A’raaf: 146)

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya, Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (al-Kahfi: 57)

Arogansi adalah sebuah sarana bagi seseorang untuk melihat inteligensi dirinya sendiri, budaya dan ilmu pengetahuannya sebagai sesuatu yang superior. Dengan demikian, kumpulan dari faktor arogansi seseorang, seperti karier akademik, budaya, dan keahlian, akan menjadi faktor penghambat yang sangat hebat bagi seseorang untuk bisa dekat dengan Al-Qur`an. Ketidakbijakan dengan menyejajarkan Al-Qur`an dengan keahlian dan intelektualitas merupakan kesaksian dari fakta bahwa kecongkakan akan mencegah seseorang untuk bisa memahami Al-Qur`an. Manusia seperti ini banyak digambarkan dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Seperti firman Allah di bawah ini,

“Sesungguhnya, orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya. Maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mu’min: 56)

“Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” (al-Jaatsiyah: 8)

Dengan demikian, kita mengambil konklusi bahwa untuk bisa mengerti Al-Qur`an, seseorang harus memiliki sifat rendah hati dan tawadhu’ serta ketaatan dan menampakkan penyerahan diri secara total kepada Allah dengan kesadaran bahwa seseorang bukanlah apa-apa di depan kemahaagungan-Nya.

Berusaha Untuk Menginterpretasi Al-Qur`an Dengan Tradisi Lama

Kesalahan terbesar dalam menafsirkan Al-Qur`an adalah tatkala ada usaha untuk menafsirkannya dengan menggunakan takhayul dan khurafat yang mereka terima dari nenek moyang mereka dari tradisi lama yang mereka anggap sebagai agama. Manusia-manusia yang mengikuti warisan tradisi agama lama dan bukan Al-Qur`an serta pada saat yang sama dia berusaha untuk mengadaptasi Al-Qur`an dengan agama buatan itu, maka mentalitas mereka telah Allah gambarkan di dalam Al-Qur`an,

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami.’ ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?’” (al-Baqarah: 170)

Pandangan agama yang berbelit-belit yang kini banyak menyebar di tengah manusia yang tidak terpelajar, akan membentuk semua model keimanan yang secara sempurna berbeda dan sangat kontradiksi dengan apa yang ada di dalam Islam. Model semacam ini, yang dipresentasikan atas nama Islam, pada hakikatnya sama sekali tidak memiliki hubungan apa-apa dengan agama yang benar, etika dan cara hidup yang digambarkan di dalam Al-Qur`an. Model yang telah terdistorsi ini didasarkan pada tradisi dan gaya lama serta khurafat yang sama sekali tidak ada di dalam Al-Qur`an. Para pengikut dari praktik-praktik menyimpang ini berusaha untuk mengadaptasikan Al-Qur`an dan ayat-ayatnya dengan tujuan untuk mencocok-cocokkannya dengan tradisi dan khurafat mereka. Sungguh sangat tidak mungkin memberikan penjelasan tentang Al-Qur`an dengan segala yang tidak mungkin itu. Bagaimanapun juga, sebagaimana hal ini disebutkan dalam Al-Qur`an, kebohongan yang dilakukan dengan melakukan “distorsi lewat lisan mereka” hanya akan semakin menjauhkan seseorang dari Al-Qur`an.

Manusia-manusia itu akan senantiasa berpendapat bahwa apa yang mereka katakan itu berdasarkan pada Al-Qur`an tatkala mereka berusaha untuk menyatakan keontetikan ide-ide, interpretasi, klaim, dan penerapannya yang sesungguhnya sangat jauh dari apa yang direpresentasikan oleh Al-Qur`an. Walaupun demikian, mereka tidak akan mendapatkan celah yang membuat apa yang mereka klaim sangat logis adanya. Bagaimanapun kuatnya usaha yang mereka lakukan, setiap orang dengan pemikiran yang biasa-biasa saja akan gampang menangkap kekeliruan penjelasan yang mereka lakukan. Orang-orang yang menggunakan khurafat dan khayalan akan menyadari bahwa mereka tidak akan mampu menjadikan Al-Qur`an sesuai dengan pendekatan mereka yang berbelit-belit dan membingungkan itu. Dengan demikian, mereka akan semakin menjadikan orang lain jauh dan semakin jauh dari Al-Qur`an yang benar. Membaca Al-Qur`an dengan pikiran yang jernih dan kesadaran yang penuh akan menyingkap wajah buram dari keyakinan yang tidak berdasar tersebut. Pada saat yang sama, dia akan menggiring untuk menenggelamkan status orang-orang yang memiliki keyakinan seperti itu, yang mendasarkan semua pola hidup dan kepentingannya atas agama yang berbelit-belit itu serta berusaha membangun posisi dan kedudukannya dengan menggunakan khurafat-khurafat tersebut.

Al-Qur`an memaparkan situasi manusia yang jauh dari pemahaman makna ayat-ayat Al-Qur`an yang benar dan mereka berusaha memalingkan manusia dari jalan yang benar dengan penjelasan yang sama sekali tidak mendidik. Allah berfirman,

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah ia dengan azab yang pedih.” (Luqman: 6-7)

Faktanya, manusia-manusia yang memiliki niat jahat seperti ini dan memiliki pengertian yang tidak benar, yang disertai dengan kebodohannya serta pengikut yang membabi buta, akan mengalami perspektif yang distortif dalam melakukan pendekatan terhadap Al-Qur`an. Mereka akan berusaha untuk menerangkan ayat-ayat Al-Qur`an yang sama sekali berseberangan dengan apa yang menjadi pemahaman yang benar di kalangan kaum muslimin. Dengan melakukan ini, mereka akan menghubungkan pemahaman keagamaan yang salah ini dengan Al-Qur`an.

Kecenderungan tidak sehat dan jahat ini akan menggiring manusia-manusia yang mengikuti cara ini untuk celaka di dunia ini dan di akhirat nanti. Pada saat yang sama, mereka akan membuat orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup tentang agama, semakin jauh dari agama Islam dan akan menghambat mereka untuk mendapat gambaran yang benar mengenai Allah. Manusia-manusia ini akan memercikkan gangguan paling berbahaya dan akan memosisikan diri sebagai satu ancaman terhadap agama dengan menarik dan memikat orang-orang yang jauh lebih bodoh dari dirinya untuk berada di barisan mereka. Walaupun demikian, kebenaranlah yang akan tetap menjadi pemenang dalam melawan kejahatan sebagaimana yang Al-Qur`an ungkapkan kepada kita semua, “Kejahatan akan selalu binasa.” Inilah ketentuan yang pasti dan Al-Qur`an menyatakannya dengan jelas dan gamblang. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya dan disertai dengan niat yang tulus untuk mendapatkan jalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah, maka dengan izin Allah dia akan mampu mengerti agama yang benar dan memperoleh kebahagiaan serta akan berada di dalam naungan rahmat Allah. Allah berfirman,

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam; sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 256-257)

Ketidakmampuan Untuk Memahami Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Sains

Banyak fakta saintifik yang disebutkan di dalam Al-Qur`an, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa topik, dari masalah fase penciptaan alam semesta, manusia, dan formasi hujan, hingga pergerakan benua, diterangkan sebagai bukti kesempurnaan dan kekuasaan Allah Sang Pencipta. Meskipun demikian, hal tersebut jelas bukan berarti Al-Qur`an adalah buku sains. Dalam Al-Qur`an, informasi tentang sains kerap disebutkan dengan bahasa yang jelas dan lugas, dan dalam kesempatan yang lain diterangkan dengan menggunakan bahasa perbandingan, indikasi, atau tersembunyi. Dalam kondisi tidak mampu untuk memahami hikmah di balik ayat-ayat tersebut, praduga beberapa orang, yang tidak memiliki pengetahuan dasar yang memadai tentang sains dan kemajuan saintifik, ataupun suatu pemahaman yang cukup, berakhir dengan penentangan terhadap Al-Qur`an.

Begitupun mereka yang hidup di abad ke-21 ini mengakui, melalui penggunaan berbagai riset, eksperimen, dan observasi teknologi terbaru, bahwa verifikasi yang menakjubkan dari beragam fakta saintifik terdapat dalam Al-Qur`an. Selain itu, sains telah didominasi oleh berbagai teori yang tidak terbukti dan desas-desus belaka hingga dua abad terakhir ketika Al-Qur`an, yang diturunkan 1.400 tahun yang lalu, memberikan gambaran tentang fakta-fakta saintifik yang pada akhirnya terbukti di masa sekarang ini.

Sejumlah topik saintifik, seperti ledakan dahsyat (big bang), perluasan alam semesta, relativitas waktu, gerakan benua, dan sebagainya, telah disebutkan dalam Al-Qur`an yang telah diturunkan hampir 1.400 tahun yang lalu (untuk analisis yang lebih terperinci, lihat Miracles of The Qur`an karangan Harun Yahya). Rahasia ayat-ayat ini tetap menjadi sebuah misteri bagi kaum muslimin, yang telah membacanya selama bertahun-tahun. Akan tetapi, kaum muslimin mengekspresikan keimanannya terhadap semua ayat ini, yang mereka yakini mengandung berbagai rahasia dan hikmah, tanpa memahami makna sebenarnya, hingga mereka mengimaninya tanpa keraguan bahwa Al-Qur`an merupakan kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Mereka, yang menggunakan akalnya dan mampu untuk berpikir secara intensif, mempersepsikan setiap ayat yang ada sebagai suatu bagian dari pengetahuan abadi milik Allah. Adalah benar bahwa masih ada ayat-ayat yang belum diterangkan secara penuh dan memiliki berbagai misteri yang harus diungkapkan. Ayat-ayat seperti itu merupakan suatu sumber kesenangan dan antusiasme bagi mereka yang benar-benar beriman. Pengetahuan yang tersembunyi ini juga menyebabkan mereka merasa dekat secara total dalam curahan rahmat Allah.

Mereka yang pada umumnya memiliki maksud tersembunyi, berusaha untuk bersikap ragu terhadap ayat-ayat yang belum dapat diterangkan dengan standar sains dan teknologi terbaru. Dalam Al-Qur`an dinyatakan tentang orang-orang seperti itu,

“Hingga apabila mereka datang, Allah berfirman, ‘Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?’” (an-Naml: 84)

Manusia seperti itu, yang memahami Al-Qur`an dengan penuh prasangka, senantiasa memandang ayat-ayat tersebut dengan pengetahuan dan inteligensi terbatas yang mereka miliki, sehingga gagal untuk mendapatkan kejelasan dengan segera, sebagai bukti dari ketidakkonsistenannya. Ini terjadi karena tujuan mereka yang sebenarnya adalah mencari-cari kontradiksi dan Al-Qur`an. Sebagaimana adanya ayat-ayat yang tetap menjadi suatu misteri, ada juga ayat-ayat Al-Qur`an yang mungkin untuk diterangkan berkat perkembangan saintifik terbaru dan masih ada lagi sejumlah ayat yang menunggu untuk diklarifikasi yang tetap berada dalam keremangan hingga penemuan sains di masa yang akan datang terjadi. Misalnya, Al-Qur`an memberikan indikasi-indikasi kemungkinan terjadinya transfer zat dan wewangian. Meskipun hal ini tampak tidak mungkin terjadi dengan teknologi sekarang ini, ide seperti itu telah tampak pada sains fiksi. Ayat-ayat yang terkait dengan pendapat-pendapat ini adalah sebagai berikut.

Seseorang yang berpengetahuan di kerajaan Nabi Sulaiman membawa singgasana ratu Saba’ dari istananya yang berjarak ribuan mil,

“Berkata Sulaiman, ‘Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?’ Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya, aku benar-benar kuat untuk membawanya (dan) dapat dipercaya.’ Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.’” (an-Naml: 38-40)

Nabi Ya’qub merasakan kehadiran anaknya, Nabi Yusuf, dari jarak bermil-mil,

“Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), berkata ayah mereka, ‘Sesungguhnya, aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).’” (Yusuf: 94)

Adalah hal yang amat lumrah bahwa terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur`an, yang masih valid hingga hari kiamat dan mengandung informasi-informasi yang dapat diaplikasikan di sepanjang zaman, tidak dapat dipahami ketika mereka menginterpretasikannya hanya dengan menggunakan data-data teknologi yang tersedia dewasa ini yang masih belum mencapai tingkat yang diharapkan. Akan tetapi, karena terjadinya kemajuan-kemajuan yang lebih jauh, “tumpang tindih” makna saintifik yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur`an menjadi lebih jelas.

Mencoba Untuk Menginterpretasikan Al-Qur`an Menurut Nilai-Nilai Yang Cacat Dari Susunan Yang Mapan

Ada di antara mereka yang hidup di era modern ini dalam hal standar sosial, yang menerima aturan-aturan yang diaplikasikan oleh mayoritas manusia sebagai suatu fakta yang absolut dan menggunakannya untuk mencoba menginterpretasikan Al-Qur`an. Manusia seperti ini membentuk mayoritas manusia yang mencoba untuk menentang Al-Qur`an, meskipun mereka adalah orang yang paling sedikit pendidikan dan budayanya. Adalah mungkin untuk menemukan orang-orang seperti ini di setiap bidang profesi dan masyarakat. Mereka membentuk suatu komunitas, yang tidak berpikir secara mendalam atau memiliki suatu bentuk pandangan tertentu serta terobsesi hanya pada kehidupan duniawi dan berfokus pada kehidupan mereka. Karena mereka mencari kesenangan sesaat, keuntungan dan kalkulasi yang kecil, mereka mempersepsikan Al-Qur`an sebagai suatu ancaman yang akan membatasi kebebasan mereka, mengubah gaya hidup dan harapan mereka yang sederhana serta tatanan di mana mereka terbiasa hidup. Karenanya, mereka mencoba untuk menentang Al-Qur`an dengan logika mereka yang primitif.

Anggota kelompok ini membuat komentar yang sama tentang Al-Qur`an bahwa mereka telah mendengar dari yang lainnya ide-ide yang bukanlah berasal dari diri mereka. Mereka biasanya membuat perhatian yang tidak masuk akal dan bertentangan tentang Al-Qur`an dengan menggunakan kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata-kata: “Pada abad ke-21...,” “Pada masa dan era kita...,” “Pada masa ruang angkasa...,” “Di Barat...,” dan sebagainya.

Mereka berpendapat bahwa antara gaya hidup yang digambarkan dalam Al-Qur`an dan yang berlaku di masa kini tidaklah sesuai, dan fakta-fakta yang ada di masa lampau telah kuno. Berdasarkan perspektif tersebut, mereka secara terus-menerus membuat pernyataan-pernyataan salah yang berkaitan dengan Al-Qur`an. Misalnya, mereka menyatakan bahwa amalan seperti puasa dan shalat telah mencampuri langkah gaya hidup modern, bahwa larangan Islam terhadap bunga bank tidak dapat dipraktikkan di bawah kondisi perekonomian dewasa ini, dan bahkan larangan berbuat zina di masa kini merupakan bukti dari ketidakmungkinan diterapkannya Al-Qur`an dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mereka menerapkan logika superfisial dan melakukan penolakan yang gencar saat diterangkannya topik-topik tentang shalat, perintah-perintah, dan larangan-larangan dalam Al-Qur`an. Mereka mengemukakan berbagai argumentasi tentang kebijakan dalam perintah-perintah yang tidak mereka pahami atau ayat-ayat yang mereka tidak mengerti. Yang lebih buruk, mereka tetap mempertahankan pernyataan-pernyataan irasional mereka dengan amat garang. Hal-hal semacam ini berasal dari fakta bahwa apa yang mereka pertahankan dengan penuh semangat seperti itu berdasarkan ide-ide mayoritas, bukan dari logika atau akal sehat.

Mereka menerima gaya hidup dan pandangan duniawi umum yang dimiliki suatu komunitas, yang mereka rujuk sebagai “fakta-fakta kehidupan” sebagai kebenaran yang absolut serta mencari-cari kesalahan dan ketidaksesuaian yang terdapat dalam Al-Qur`an dengan mengambilnya sebagai suatu poin rujukan. Pendapat yang mereka pergunakan sebagai kriteria tidak memiliki nilai logika dan sains yang aktual. Konsep-konsep yang mereka asumsikan sebagai kebenaran yang absolut, “fakta-fakta kehidupan”, atau syarat-syarat dunia modern, sebenarnya merupakan ilusi di mana mereka hanya menipu diri mereka sendiri dan dalam rangka saling menyediakan dukungan psikologis.

Kita diberitahu, dalam Al-Qur`an, tentang jalan berbelit dari manusia-manusia ini, yang menghimpun seluruh kekuatan mayoritas dan berpikir bahwa mereka berada pada jalan yang lurus karena mereka berada dalam keharmonisan dengan setiap orang,

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (al-An’aam: 116)